Artikel Terbaru »

Rekonstruksi CInta

Ketika aku sedang melewati sebuah batu besar, aku melihat bahwa ada jalan itu, tak jauh dari tempat aku berpijak saat ini, ada seseorang yang bergerak-gerak dengan liar seperti orang gila dan kemudian jatuh tertelungkup. “Berhenti!” kataku dalam hati, “pastilah dia sang manusia luhur itu dan dari jeritan itu dia datang. Coba, apakah aku dapat menolongnya” Ketika aku sudah dekat dengan orang yang jatuh tertelungkup itu, aku mendapati seorang tua yang matanya melotot. Semua usahaku untuk mengangkat orang tersebut tak berhasil. Orang malang itu seolah tak tahu bahwa ada orang didekatnya, dan terus bergerak-gerak sambil memandang kesekelilingnya, seperti orang yang telah terbuang dari dunia. Akhirnyadengan gemetaran dan kejang-kejang, sambil menekuk tubuh ia mulai meratap : Siapa yang mau menolongku? Siapa yang masih mau mencintaiku? Beri aku tangan-tangan yang hangat! Beri aku batu bara dihati! Tertelungkup aku, terentang aku, gemetaran aku, seperti dia yang sekarat dan dingin yang dihangatkan oleh kakinya, yang diguncang, ah!, oleh demam yang tak ia kenal, gemetar oleh panah-panah beku yang tajam, dikejar oleh engkau, KHAYALANKU!! Yang tak terhapuskan! Yang tersembunyi! Yang mengerikan! Wahai kau pemburu yang ada dibalik awan! Tersambar aku oleh kilatmu, Wahai engkau mata yang mencemoohku dari balik kegelapan : Dan aku pun terbaring. Menggulung tubuh, memuntir diri, dalam kejang oleh siksaan abadi. Dan terpukul.. Oleh engkau!! Pemburu yang paling kejam, Kau yang tak kukenal --- CINTA!! Pukul aku lebih keras! Pukul sekali lagi!! Tusuk dan cabiklah hatiku! Apalah arti siksaan ini, oleh panah-panah tumpul bergerigi Tak bosannya engkau akan kesakitan manusia, mengapa kau melihat dengan pandangan kilat illahi yang penuh kepuasan jahat! Mengapa engkau tidak membunuh! Tapi kau hanya menyiksa?! Mengapa engkau menyiksaku?! Wahai engkau yang berkepuasan jahat, kau CINTA yang tak ku kenal!! Ha..! Ha..! engkau mendekat? Ditengah malam, apa yang kau inginkan?! Katakan! Engkau menyesakan aku, menekan aku.. Ha..! terlalu dekat! Engkau mendengar nafasku, engkau mendengar detak jantungku.. Engkau selalu cemburu!! Apa yang membuatmu cemburu? Apakah aku harus seperti anjing?! Aku berguling-guling dihadapanmu? Dengan ketakutan, terbawa keluar dari diriku sendiri, dan kepadamu…mengibaskan ekor dengan penuh cinta? Sia-sia! Tusuk aku lagi! Sengat yang kejam! Bukan! Bukan anjing buruanmu aku ini bodoh! Pemburu yang paling kejam! Tawanan yang paling angkuh, kau perampok dibalik awan… Bicaralah!! Apa yang kau inginkan dari aku, hei perampok jalanan! Hei kau yang bersembunyi dalam kilat! Yang tak kukenal! Bicaralah!! Aku, yang kau inginkan?! Aku? Aku? Seutuhnya? Ha! Ha!! Bicara saja bodoh.. Dan kau ingin menyiksaku, hei Tolol!!? Menyiksa keangkuhanku sampai mati? Beri aku cinta… siapa yang akan menghangatkanku? Siapa yang masih mau mencintaiku? Berikan tangan-tangan yang hangat! Berikanlah kepadaku, serahkanlah Musuh yang paling mengerikan, untukku, yaitu Engkau!! Pergi! Kesana ia telah pergi, Dia, satu-satunya sahabatku.. Dia Musuhku yang terbesar Dia yang tak kukenal, CINTA – Algojoku! CINTA yang tak kukenal! Kesakitanku! Yang terakhir dari… kebahagianku! Saat ini otakku terkontaminasi dengan gottlos theory, mungkin bentuk kekecewaan komulatif dari kekecewaanku terhadap eksistensi Cinta, “Inilah yang tertinggi bagiku” demikian kata jiwaku yang telah membohongi diriku sendiri, aku telah memandang hidup tanpa keinginan, tidak seperti anjing yang terjulur lidahnya. Aku bersenang hati dalam memandang cinta yang telah dimatikan, pemikiran tanpa cengkeraman dan keserakahan dari keinginan untuk memuaskan diri sebagai bagian dari bentuk kekecewaan. “perumpamaan ini aku nyatakan kepada kalian wahai orang-orang munafik yang sentimental” yang memandang aku dengan bernafsu, yang menganggap aku tolol. Aku Mohon Ega… Selamatkan jiwaku, dan sementara.. aku akan pergi mengadu dengan segenggam keberanian “Malam telah turun.. semua mata air yang menggelegak berbicara dengan lebih keras. Jiwaku pun adalah mata air yang menggelegak. Malam telah turun, semua lagu dari mereka yang mencinta telah terbangun. Jiwaku pun adalah nyanyian dari seorang yang mencinta” Sesuatu yang mengganjal, tidak terpuaskan dalam diriku, ia rindu menjadi lantang. Sebuah keinginan akan cinta ada didalam diriku, yang berbicara dengan bahasa cinta. Ringan diriku ini, ah…. Seandainya aku adalah malam! Tapi inilah kesendirianku, menunggumu memberi kabar dalam bahasa, yang akan kubalut dengan cahaya. Ah… seandainya aku gelap dan malam! Betapa senangnya aku dapat menyusu pada puting yang terang. Dan aku akan memberkati kalian bintang-bintang kecil yang berkelap-kelip dan ulat cahaya diatas sana. Banyak matahari melintas dipadang pasir yang gersang, terhadap segala yang gelap cahaya mereka berbicara, tapi kepadaku mereka diam. Oh… inilah pertentangan antara cahaya dengan bintang yang bersinar. Tanpa belas kasihan ia melintasi perlintasannya. Tidak adil didalam hatinya yang paling dalam terhadap mereka yang bersinar, dingin, tak seperti matahari. Namun, demikian pula perjalanan matahari. Seperti badai, matahari itu menjalani lintasan perasaan antara Aku dan Nona, itulah perjalanku. Kehendak yang terbendung itulah aku yang ikuti, itulah dinginku. Ah… hanya kau lah, engkau lah yang gelap dan malam, yang menciptakan kehangatanku dari bintang yang bersinar dimalam ini. Hanya engkau yang mengajakku minum susu dan kesegaran dari puting cahaya. “Malam telah turun, astaga! Aku harus segera menjadi terang! Dahaga akan malam! Dahaga akan kesendirian! Malam telah turun, kerinduanku meluap dalam diriku seperti mata air! Aku rindu akan kata.. aku rindu kabarmu disana, aku menanti kabarmu hingga pagi! Malam telah turun, semua mata air yang menggelegak berbicara dengan lebih keras. Jiwakupun adalah mata air yang menggelegak. Malam telah turun, semua lagu dari engkau yang mencinta telah terbangun. Jiwakupun adalah nyanyian dari kamu yang mencinta”.

0 Comments:

Post a Comment



 
 
 

Member

 
Copyright © THE LAST EPISODE Powered by: Blogger.com
Template By: Ikhsan Hafiyudin