Artikel Terbaru »

Landasan Untuk Kritik Sekuler Terhadap Agama*

Ketika aku mencoba mencari tahu tentang keberadaan atau eksistensi yang kafir dari kesalahan segera dikompromi setelah bentuk kesurgaan telah terbukti salah. Manusia, yang hanya menemukan refleksi dirinya sendiri di dalam realitas surga fantasi, dimana dia mencari seorang dewa, tidak lagi akan bersedia untuk hanya mendapati pencerminan diri itu cuma mendapati seorang non-manusia, dimana dia mencari dan harus mencari realitasnya yang sejati inilah fakta yang aku dapatkan ketika aku mencoba berdiskusi dengan seorang wanita dipagi hari kemarin.
Dan aku mencoba mencari kejelasan tentang otokritik terhadap perdebatan yang selama ini bergulir. Dan landasan untuk kritik sekuler adalah: manusialah yang menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran-diri dan harga-diri manusia yang belum menemukan dirinya sendiri atau sudah kehilangan dirinya sendiri. Namun manusia bukanlah suatu makhluk abstrak yang berkedudukan di luar dunia. Manusia itu adalah dunia umat manusia -- negara, masyarakat. Di Negara ini, masyarakat mencoba menghasilkan agama, yang merupakan sebuah kesadaran-dunia yang terbalik, karena mereka sendiri merupakan sebuah dunia yang terbalik. Agama merupakan teori umum tentang dunia tersebut, ringkasan ensikopledia dunia tersebut, logikanya di dalam bentuk yang populer, perbudakan spiritual dunia tersebut, antusiasmenya, otoritas moralnya, pelengkapnya, dan basis penghibur dan pembenarannya yang universal. Agama merupakan realisasi inti manusia yang penuh khayalan (fantasi) karena inti manusia itu belum memiliki realitas yang nyata. Maka, perjuangan melawan agama secara tidak langsung adalah perjuangan melawan sebuah dunia yang aroma spiritualnya adalah agama tersebut.
Kesengsaraan agamis merupakan ekspresi kesengsaraan riil sekaligus merupakan protes terhadap kesengsaraan yang nyata tersebut. Agama adalah keluhan para makhluk tertindas, jantung-hati sebuah dunia tanpa hati, jiwa untuk keadaan tak berjiwa. Agama adalah candu rakyat.
Aku pernah membaca salah satu bagian dari das capital tentang menghapuskan agama sebagai kebahagiaan ilusioner untuk rakyat, berarti menuntut agar rakyat dibahagiakan dalam kenyataan. Maka, panggilan supaya mereka melepaskan ilusi tentang keadaan mereka adalah panggilan agar mereka melepaskan keadaan di mana ilusi itu diperlukan. Maka, kritik terhadap agama adalah embrio dari kritik terhadap dunia yang penuh kesedihan dimana agama merupakan cahaya lingkaran sucinya.
Kritik telah merenggut bunga-bunga ilusioner dari rantai, bukan supaya manusia akan terus mengenakan rantai yang tak terhias dan suram itu, melainkan agar dia melepaskan rantai itu dan memetik bunga yang nyata. Kritik terhadap agama menghancurkan ilusi manusia, supaya dia berpikir, bertindak, dan menghiasi kehidupan nyatanya seperti seorang manusia yang telah menyingkirkan ilusi-ilusinya dan memperoleh kembali kesadarannya, supaya dia bergerak memutari dirinya seperti mataharinya sendiri. Agama hanyalah matahari ilusi yang berputar mengitari manusia selama dia tidak berputar mengitari dirinya sendiri.
Maka begitu dunia di luar kebenaran itu hilang, tugas ilmu sejarah adalah untuk memastikan kebenaran dunia nyata ini. Begitu bentuk suci dari keterasingan manusia telah kehilangan topengnya, maka tugas filsafat, yang menjadi pembantu ilmu sejarah, adalah untuk segera mencopot topeng keterasingan dalam bentuk-bentuk yang tak suci. Sehingga kritik terhadap surga menjelma menjadi kritik terhadap alam nyata; kritik terhadap agama menjadi kritik terhadap hukum, dan kritik teologi menjadi kritik politik.
Inilah suatu bentuk pemikiranku terhadap gejala syndrome keputusasaanku terhadap agama, ketika kelak aku menemukan inti dari jawaban yang selama ini selalu aku pertanyakan, maka aku akan mencoba mengagitasi diriku lagi.
.

-------------------------------------------------------------------
*penulis adalah seseorang dalam pencarian jati dirinya.

Aku Mengingat Kematian

Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Dan aku pun menyadari bahwa hari-hari yang telah aku lewati justru semakin mendekatkanku kepada kematian sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain, apalagi aku sadar dengan kondisi kesehatanku yang semakin hari semakin menurun kematian bagiku hanya tinggal menunggu waktu.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” tiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini, kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.
Kebanyakan orang menghindari untuk berpikir tentang kematian. Dalam kehidupan modern ini, seseorang biasanya menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang sangat bertolak belakang dengan kematian mereka berpikir tentang di mana mereka akan kuliah, di perusahaan mana mereka akan bekerja, baju apa yang akan mereka gunakan besok pagi, apa yang akan dimasak untuk makan malam nanti, hal-hal ini merupakan persoalan-persoalan penting yang sering kita pikirkan. Kehidupan diartikan sebagai sebuah proses kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Pembicaraan tentang kematian sering dicela oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Mereka menganggap bahwa kematian hanya akan terjadi ketika seseorang telah lanjut usia, seseorang tidak ingin memikirkan tentang kematian dirinya yang tidak menyenangkannya ini. Sekalipun begitu ingatlah selalu, tidak ada yang menjamin bahwa seseorang akan hidup dalam satu jam berikutnya. Tiap hari, orang-orang menyaksikan kematian orang lain di sekitarnya tetapi tidak memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian dirinya. Ia tidak mengira bahwa kematian itu sedang menunggunya!

Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini. Sekali lagi aku merenungkan segala sesuatu yang dapat aku lakukan saat ini aku masih dapat mengedipkan mata, menggerakkan badan , berbicara, tertawa , bernyanyi, menari, berlibur bersama teman-teman dan akupun merenungkan tentang bagaimana keadaan dan bentuk tubuhku setelah kelak aku mati nanti.

Dimulai saat aku menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya,aku tidak ada apa-apanya lagi selain “seonggok daging” tidak adalagi label Rapper terselip di nisan kuburku, atau gelar kesarjanaanku. Tubuhku yang diam dan terbujur kaku, akan dibawa ke kamar mayat. Di sana, aku akan dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Dengan dibungkus kain kafan, lalu jenazahku akan di bawa ke kuburan dalam sebuah peti mati. Sesudah jenazahku dimasukkan ke dalam liang lahat, maka tanah akan menutupi ku. Ini adalah akhir dari episode kehidupanku sebagai actor intelektual di dunia. Mulai saat ini, aku hanyalah seseorang yang namanya terukir pada batu nisan di kuburan. Dan kalian akan mengingat aku melalui buku yang saat ini kalian baca sebagai tanda mata terakhir dariku.

Aku membayangkan Selama bulan-bulan atau tahun-tahun pertama, kuburanku akan sering dikunjungi oleh kerabat, kawan setiaku, kekasih, bahkan manusia yang mengenaliku sebagai sahabat. Namun Seiring dengan berlalunya waktu, hanya sedikit orang yang datang. Beberapa tahun kemudian, tidak seorang pun yang datang mengunjungi.

Sementara itu, keluarga dekat ku akan mengalami kehidupan yang berbeda yang disebabkan oleh kematianku . Di rumah, ruang dan tempat tidur ku yang kosong. Setelah pemakaman, sebagian barang-barang milikku akan disimpan di rumah, baju, sepatu, dan lain-lain yang dulu menjadi milikku akan diberikan kepada mereka yang memerlukannya. Selama tahun-tahun pertama, beberapa orang mungkin masih berkabung akan kepergianku. Namun, waktu akan mempengaruhi ingatan-ingatan mereka terhadap masa lalu. Empat atau lima dasawarsa kemudian, hanya sedikit orang saja yang masih mengenangku. Tak lama lagi, generasi baru muncul dan tidak seorang pun dari generasiku yang masih hidup di muka bumi ini. Apakah aku akan diingat orang atau tidak, hal tersebut tidak ada gunanya bagiku.

Sementara semua hal ini terjadi di dunia, jenazah yang ditimbun tanah akan mengalami proses pembusukan yang cepat. Segera setelah aku dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada tubuhku tersebut hal tersebut terjadi dikarenakan ketiadaan oksigen. Gas yang dilepaskan oleh jasad renik ini mengakibatkan tubuh jenazah menggembung, mulai dari daerah perut, yang mengubah bentuk dan rupanya. Buih-buih darah akan meletup dari mulut dan hidung dikarenakan tekanan gas yang terjadi di sekitar diafragma. Selagi proses ini berlangsung, rambut, kuku, tapak kaki, dan tangan akan terlepas. Seiring dengan terjadinya perubahan di luar tubuh, organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung dan hati juga membusuk. Sementara itu, pemandangan yang paling mengerikan terjadi di sekitar perut, ketika kulit tidak dapat lagi menahan tekanan gas dan tiba-tiba pecah, menyebarkan bau menjijikkan yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan terlepas dari tempatnya. Kulit dan jaringan lembut lainnya akan tercerai berai. Otak juga akan membusuk dan tampak seperti tanah liat. Semua proses ini berlangsung sehingga seluruh tubuh menjadi kerangka.

Tidak ada kesempatan untuk kembali kepada kehidupan yang sebelumnya. Berkumpul bersama keluarga di meja makan, bersosialisasi, bermain dengan suntikan, pergi berlibur kepulau yang indah atau memiliki pekerjaan yang terhormat semuanya tidak akan mungkin terjadi. Singkatnya, “onggokkan daging dan tulang” yang tadinya dapat dikenali mengalami akhir yang menjijikkan. Di lain pihak, jiwaku akan segera meninggalkan tubuh ini segera setelah nafasku berakhir. Sedangkan sisa dari tubuhku akan menjadi bagian dari tanah.

Ya, tetapi apa alasan semua hal ini terjadi?

Aku mencoba berandai-andai , Seandainya Allah ingin, bukan tidak mungkin tubuh ini dapat saja tidak membusuk seperti kejadian di atas. Tetapi hal ini justru menyimpan suatu pesan tersembunyi yang sangat penting. Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menungguku. Seharusnya aku sadar bahwa ini bukanlah hanya tubuh semata, melainkan jiwa yang “dibungkus” dalam tubuh. Aku harus menyadari bahwa aku juga memiliki suatu eksistensi di luar tubuhku. Walaupun setelah melihat kenyataan-kenyataan ini, ternyata mental manusia cenderung untuk tidak peduli terhadap hal-hal yang tidak disukai atau diingininya. Bahkan ia cenderung untuk menafikan eksistensi sesuatu yang ia hindari pertemuannya. Kecenderungan seperti ini tampak terlihat jelas sekali ketika membicarakan kematian. Hanya pemakaman atau kematian tiba-tiba keluarga dekat sajalah yang dapat mengingatkannya [akan kematian. Kebanyakan orang melihat kematian itu jauh dari diri mereka. Asumsi yang menyatakan bahwa mereka yang mati pada saat sedang tidur atau karena kecelakaan merupakan orang lain dan apa yang mereka [yang mati] alami tidak akan menimpa diri mereka! Semua orang berpikiran, belum saatnya mati dan mereka selalu berpikir selalu masih ada hari esok untuk hidup.

Bahkan mungkin saja, orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka. Sangat mungkin, selagi anda membaca buku ini, anda berharap untuk tidak meninggal setelah anda menyelesaikan membacanya atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi. Mungkin anda merasa bahwa saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya. Jadi ketika aku harus bertarung melawan virus kanker yang menggerogoti tubuhku saat ini, tidak ada lagi alasan untukku lari dari kematian.

Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri. Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya. Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-amalnya saja.
Jika aku boleh meminta kepadaMu Tuhan, aku ingin dapat dimuliakan sebagaimana engkau mengangangkat derajat orang-orang saleh, aku berdosa telah mengabaikan perintahMu, tapi izinkan aku menunggu kematian, dan biarkan aku mempersiapkan diri untuk menghadpi kematian yang telah pasti akan menghampiriku.

 
 
 

Member

 
Copyright © THE LAST EPISODE Powered by: Blogger.com
Template By: Ikhsan Hafiyudin